oleh : Dr. Onno W Purbo
Dalam seminar sehari "Internet dalam Perspektif Kebudayaan" yang diselenggarakan oleh Pusat Penelitian Kebudayaan dan Perubahan Sosial (PPKPS) Centre for Cultural Studies and Social Change, Universitas Gajah Mada (UGM) di Jogyakarta pertengahan Mei 2001 yang lalu, tampaknya pandangan sebagian pengamat sosial, pengguna awal Internet & kebanyakan orang - melihat bahwa Tiada Tuhan di dunia maya. Sebuah pandangan yang cukup mengejutkan bagi saya pribadi yang sudah menggunakan e-mail / cikal bakal Internet sejak tahun 1985-86.
Internet terlihat oleh sebagian besar orang, pengguna, pengamat sosial sebagai dunia tanpa batas, dunia tanpa aturan, dunia kebebasan. Bahkan lebih ekstrim lagi, sebagian peserta bahkan tampaknya meyakini sepenuh hatinya bahwa Tiada Tuhan di Dunia Maya. Apakah memang demikian adanya?
Banyak logika dunia nyata yang terbalik jika kita berada di Internet. Sesuatu yang tidak sopan, yang kasar, yang porno, yang tidak pantas - menjadi sesuatu yang lumrah & sepertinya harus di penuhi dengan sepenuh hati di Internet. Sebuah situs porno bahkan bisa di hujat habis-habisan oleh penggunanya karena kurang porno. Tidak ada tuntutan secara hukum bagi seseorang yang melakukan tindakan asusila di ruang publik Internet. Sudah menjadi rahasia umum bahwa banyak orang di Indonesia yang mencuri menggunakan kartu kredit curian di Internet. Gosip, memojokan orang lain, surat kaleng, menjadi hal yang sangat biasa di Internet. Aparat terlihat impoten menghadapi kejahatan di dunia maya, tidak ada UU, PP, KUHP, yang dapat memojokan pelaku tindak tidak baik ini ke meja hijau - adakah meja hijau di Internet? Adakah cyberlaw? Tampaknya tidak Ada.
Saya kebetulan menghidupi diri saya di dunia maya, tanpa memiliki pekerjaan sama sekali di dunia biasa. Sehari-hari dirumah menulis. Tidak mungkin bagi saya untuk melakukan hal-hal yang tidak sopan, porno dsb. Pada saat itu dilakukan kepercayaan (trust) masyarakat akan hilang & secara otomatis masyarakat akan mengisolasi, memencilkan orang yang melakukan hal yang tidak baik tadi. Rizki akan hilang di sebabkan oleh kesalahan yang dilakukan. Sialnya, kesalahan, tindakan tidak baik sekecil apapun jika dilakukan di dunia maya akan dengan sangat mudah tersebar - proses pengadilan rakyat akan terjadi secara alamiah terhadap pembuat kesalahan. Disini memang tidak menggunakan hukum tertulis, melainkan hukum tidak tertulis, hukum adat, konsensus yang dibangun antar umat. Sekali lancung ke ujian, seumur hidup tidak dipercaya - sangat tepat untuk menggambarkan kondisi yang ada.
Hal di atas sering tidak di sadari oleh rekan-rekan yang melakukan pencurian kartu kredit, pelanggaran susila di Internet. Mereka sering berfikir bahwa tidak ada hukum tertulis & aparat penegak hukum yang dapat menangkap mereka. Kenyataannya, ada hukum tidak tertulis, hukum adat yang akan menghukum antar sesama masyarakat yang melakukan hal yang tidak baik.
Sebaliknya yang akan terjadi jika kita berbuat baik, beramal soleh kepada sesama umat, proses amal tersebut dapat menjadi sangat effisien dengan menggunakan teknologi internet. Dengan biaya yang sangat murah sekali kita dapat menyebarkan ilmu pengetahuan yang ada pada diri kita ke sebanyak mungkin orang secara effisien dengan cara meng-attach-nya & mengirimkannya melalui e-mail. Saya sendiri mengeluarkan biaya Rp. 40-60.000 / bulan untuk Internet dengan beban 600 surat setiap harinya. Sebagian besar adalah diskusi yang dilakukan melalui mailing list Internet. Dengan biaya serendah itu semua pengetahuan yang ada di kepala dicoba untuk di sebarkan, di interaksikan dengan rekan-rekan yang ada. Tidak mahal untuk berbuat baik di Internet.
Alhamdullillah, reward, balasan yang diperoleh dari perbuatan baik yang biayanya tidak mahal tersebut biasanya jauh lebih besar daripada apa yang kita keluarkan. Sebagai seorang pensiunan PNS, seorang bekas dosen ITB yang tidak bekerja dimana-mana, tidak memberikan konsultasi, tidakmengajar lagi kecuali menulis & memberikan ceramah saja. Masih dapat hidup cukup lah untuk makan tiga kali sehari. Disini tampaknya sang Pencipta manusia menampakan hidayah-nya di dunia maya. Allah SWT maha adil & tidak pernah akan salah menghitung akan amal ibadah yang kita lakukan.
Konsekuensi di atas juga sebetulnya banyak berpengaruh pada berbagai aspek sosial budaya manusia. Contoh isu hak cipta & hak paten, bagi pekerja seni, peneliti, programmer - copyright adalah salah satu mekanisme proteksi berbasis hukum tertulis atas sebuah karya. Hak ekonomi di jamin secara hukum tertulis, seseorang yang menjiplak, membajak akan dikenai sanksi pidana. Masalahnya bagi pekerja seni, peneliti & programmer yang masih kecil, belum beken - sulit & mahal sekali bagi mereka untuk mengikuti liku-liku jalur distribusi kaset, CD, software. Cara yang paling murah adalah menyebarkan hasil karyanya secara langsung di Internet secara gratis, copyleft digunakan. Hukum tidak tertulis, hukum adat, konsensus masyarakat Internet yang digunakan untuk memproteksi agar hak ekonomis si pekerja seni, peneliti, programmer tetap terjaga. Kita mengenal Linux, Napster dll yang menganut paham copyleft tersebut. Paham ini memungkinkan rakyat kecil bisa hidup & eksis dalam dunia ini tanpa perlu modal yang terlalu besar, akan tetapi memperoleh reward yang lumayan untuk tetap survive.
Semua ini dimungkinkan karena platform tempat kita berada bergeser dari platform yang informasi-nya lambat di dunia nyata ke platform Internet yang memungkinkan kita mengirimkan hasil karya, informasi & pengetahuan secara seketika. Berbagai paradigma dunia nyata menjadi dipertanyakan, platform akan mengarah membentuk sebuah masyarakat yang tidak berkelas, masyarakat yang sederajat, sejajar, setiap orang tidak lebih & tidak kurang dari yang lain kembali kepada fitrahnya sebagai manusia di muka bumi untuk beramal secara horizontal antar sesama umat & beribadah secara vertikal kepada penciptanya.
Tiada Tuhan selain Allah - yang didengungkan di dunia nyata, juga berlaku dengan baik di dunia maya. Bahkan berbagai struktur, birokrasi, kekuasaan menjadi luluh rata oleh infrastruktur maya ini mengembalikan manusia kepada fitrahnya.